Selasa, 22 Juni 2010

BAB I
PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang Masalah
Konon Laplace (1749-1827), pakar astronomi Perancis kenamaan, pernah ditanya oleh Napoleon Bonaparte, “Dimana Anda menemukan tempat pemeliharaan Tuhan dalam system kerja alam raya ini?” Pakar tersebut menjawab, “Paduka Yang Mulia, saya tidak mengetahui dimana tempat pemeliharaan Tuhan itu.”Dengan jawaban tersebut, sang pakar ingin menyatakan bahwa ia mampu menjelaskan kata kerja alam raya berdasarkan”hukum- hukum alam” tanpa melibatkan Tuhan Dan untuk itu tidak ada perlu penafsiran bagi tempat pemeliharaan Tuhan.
Jawaban Laplace di atas tidaklah bijaksana dan tidak pula tepat. Lebih- lebih lagi bila diingat bahwa jawaban itu diberikan oleh seorang pakar semacam Laplace. Begitu komentar ilmuan dan agamawan Muslim Mesir,Abbas Al- Aqqad, terhadap jawaban Laplace tersebut, karena seorang pakar tentu lebih mengetahui betapa ajaib dan mengagungkan kenyataan- kenyataan yang terlihat sehari- hari. Terulangnya kenyataan- kenyataan itu seharusnya tidak menghalangi seseorang untuk mengaguminya,karena kebiasaan bukan untuk meniadakan kekaguman.
Seandainya pakar tersebut berada pada suatu masa sebelum terjadinya” Big Bang” kemudian kepadanya diminta untuk mengatur peredaran planet- planet tata surya saja, apkah tidak terlintas di dalam pikirannya beberapa kemungkinan? Jika demikian, pastilah ada tempat bagi ”sesuatu” yang memilih untuk mengatur peredaran alam raya ini. Karena, sedemikian banyak pilihan tang dapat muncul tetapi yang terpilih hanya satu, yakni suatu yang sangat teliti dan terlihat amat konsisten. Ini mengantarkan bukan hanya agamawan tetapi juga ilmuwan untuk menyatakan bahwa” dibalik terpilihnya yang satu itu adalah Tuhan, Allah Yang Mahakuasa. “
Anggaplah Laplace dapat mengetahui penafsiran seluruh tata kerja alam raya, dan kita bersama dia dapat melihat peristiwa- peristiwa alam terjadi berulang- ulang dalam bebtuk yang sama. Tetapi sulit diingkari bahwa peristiwa dan keterulangannya itu tidak dapat terjadi kecuali oleh adanya Sang Pengatur. Hal ini disebabakan oleh fakta bahwa walaupun akal kita dapat mengetahui benda yang besar tidak sama dengan yang kecil, tetepi akal kita tidak secara otomatis dapat menetapkan bahwa panas dapat melahirkan gerak, atau bahwa gerak dapat mengambil beberapa bentuk. Sehingga ada beberapa bentuk tertentu maka ada alasan untuk mempertanyakan, mengapa bentuk itu yang terpilih dan siapa atau apa factor yang menyebabkan terpilihnya.
Dalam konteks Al-Quran dan risalah Nabi Muhammad Saw, pemeliharaan Allah itu amat jelas, karena bagaimana mungkin lihat paham Tauhid dari masyarakat yang berpegang teguh pada Syirik bagaimana mungkin lahir agama kemanusiaan yang penuh toleransi setelah sebelumnya keimanan lahir dari pembuktian mukjizat .

1.2. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan agar memahami pengertian dan makna Mukjizat al-Quran dalam kehidupan.
1.3. Batasan Pembahasan
Bila kita berbicara tentang mukjizat tentu banyak hal yang bisa diungkapkan. Tetapi penulis mencoba membatasi pembahasan dalam makalah ini, yang hanya meliputi pengertian dan makna mukjizat dalam kehidupan , sehingga setidaknya manusia dapat menyadari dan memahami seperti apa mukjizat al-Qur’an itu.
1.4. Metode
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode Studi Pustaka yang artinya penulis berpegang pada beberapa buku yang dapat dijadikan sebagai sumber pembahasan. Tetapi, bukan hanya pembahasan yang penulis dapat dari buku sumber. penulis menuangkan beberapa hasil pemikiran penulis tentang pemahaman al-Qur’an dalam kehidupan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian , Tujuan ,Fungsi , Kebenaran, Mukjizat
2.1.1. Pengertian Mukjizat
Kata Mukjizat dalam kamus besar bahasa Indonesia dirtikan sebagai kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh akal manusia. “kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia “. Pengertian ini tidak sama dengan pengertian kata tersebut dalam istilah agama islam.
Kata Mukjizat terambil dari kata bahasa Arab a’jaza berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelaklunya ( yang melemahkan) dinamai mu’jiz dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkamkan lawan, maka ia dinamai Mukjizat . tambah ta marbuthah pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah (superlatief).
Mukjizat diartikan oleh pakar agama Islam, antara lain, sebagai suatu hal peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku Nabi , sehingga bukti kenabiannya ditantangkan kepada yang regu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun, mereka tidak mampu melayani tantangan tersebut.


2.1.2. Tujuan dan Fungsi Mukjizat
Mukjizat berfungsi sebagai bukti kebenaran para nabi. Keluar biasaan yang tanpak atau terjadi melalui mereka itu diibaratkan sebagai ucapan Tuhan: “ Apa yang dinyatakan sang nabi adalah benar . Dia adalah utusan-Ku , dan buktinya aku melakukan Mukjizat itu”.
Mukjizat, walaupun dari segi bahasa berarti melemahkan sebagai mana dikemukakan di atas, namun dari segi agama, ia sama sekali tidak dimaksudkan untuk melemahakan atau membuktikan ketidakmampuan yang ditantang. Mukjizat ditampilkan oleh Tuhan melalui hamba-hamba pilihan-Nya untuk membuktikan kebenaran ajaran Ilahi yang dibawa oleh masing-masing nabi. Jika demikian halnya, maka ini paling tidak mengandung dua konsekuensi.
Pertama, bagi yang telah percaya kepada nabi, maka ia tidak lagi membutuhkan mukjizat. Ia tidak lagi ditantang untuk melakukan hal yang sama. Mukjizat yang dilihat atau dialaminya hanya berfungsi memperkuat keimanan, serta menambah keyakinannya akan kekuasaan Allah Swt.
Kedua, para nabi sejak Adam a.s. hingga Isa a.s. diutus untuk suatu kurun tertentu serta masyarakat tertentu. Tantangan yang mereka kemukakan sebagai mukjizat pasti tidak dapat dilakukan oleh umatnya. Namun apakah ini berarti peristiwa luar biasa yang terjadi melalui mereka itu tidak apat dilakukan oleh selain umat mereka pada generasi sesudah generasi mereka? Jika tujuan mukjizat hanya untuk meyakinkan umat setiap nabi, maka boleh jadi umat yang lain dapat melakukannya. Kemungkinan ini lebih terbuka bagi mereka yang berpendapat bahwa mukjizat pada hakikatnya berada dalam jangkauan hukum-hukum Allah yang berlaku di alam. Namun, ketika hal itu terjadi, hukum-hukum tersebut belum lagi diketahui oleh masyarakat nabi yang bersangkutan.
Sumber daya manusia sungguh besar dan tidak dapat dibayangkan kapasitasnya. Potensi kalbu yang merupakan salah satu sumber daya manusia dapat menghasilkan hal-hal luar biasa yang boleh jadi tidak diakui oleh yang tidak mengenalnya. Hal ini sama dengan penolakan generasi terdahulu tentang banyaknya kenyataan masa kini yang lahir dari pengembangan daya pikir.
Nah, sama sekali bukanlah satu hal yang mustahil apabila kesucian para nabi dapat menghasilkan melalui bantuan Allah peristiwa luar biasa dipandang dari ukuran hukum-hukum alam yang diketahui umum. Padahal sesungguhnya ia mempunyai hukum-hukum tersendiri dan yang dapat dilakukan oleh siapa pun selama terpenuhi syarat-syartnya. Boleh jadi dalam konteks ini yang menyebabkan terjadinya adalah kesucian jiwa tersebut.
2.1. 3. Perlukah Bukti untuk Suatu Kebenaran / Mukjizat
Manusia sebagai individu atau, masyarakat memiliki banyak kebutuhan dan keinginan. Ini menggabarkan mereka melakukan aktivitas guna memperoleh kebutuhan dan keinginan itu sehingga tidak jarang terjadi benturan kepentingan dan keinginan. untuk menghindari hal tersebut diperlukan peraturan yang mengatur lalu lintas kehidupan sehingga kemacetan atau kecelakaan dapat dihindari. Di sisi lain manusia memiliki kecenderungan untuk mendahulukan kepentingan dan keinginannya. Oleh karena itu, jika seseorang atau sekelompok saja yang menetapkan peraturan itu, maka tidak mustahil mereka akan mementingkan diri atau kelompoknya saja.
Di samping itu, manusia tidak mengetahui apa yang terbaik untuk dirinya, dan bahkan banyak hal yang tidak diketahuinya. Ambillah sebagai contoh peristiwa kematian dan apa yang terjadi sesudahnya jelas bahwa yang paling mengetahui tentang hal tersebut adalah pencipta manusia yakni Allah SWT yang tidak memiliki kepentingan apa pun. Jika demikian, maka yang tepat menyusun peraturan itu adalah Allah SWT Dari sini Dia menganugerahkan petunjuk keagamaan. Sayang tidak semua manusia mampu meraih petunjuk itu secara langsung. Bukankah kesucian dan kecerdasan manusia itu bertingkat-tingkat? Dari sini Allah memilih dan mengutus orang-orang tertentu untuk menyampaikan kepada masyarakat manusia tentang peraturan-peraturan yang dimaksud. Dan manusia pilihan itu adalah para nabi dan rasul.
Tetapi tentu saja ada di antara anggota masyarakatnya yang meragukan sang nabi sebagai utusan Tuhan, antara lain dengan dalih bahwa “dia adalah manusia biasa seperti kita”. Dari sini dibutuhkan khususnya bagi mereka yang ragu atau tidak percaya—bukti kenabian langsung dari Allah SWT yang mengutusnya. Bukti tersebut tidak lain kecuali apa yang dinamai mukjizat.
Sebenarnya bukti kenabian atau kebenaran seseorang tidak harus berupa sesuatu yang luar biasa (mukjizat). Kebenaran nabi dapat juga dibuktikan melalui pengamatan akan kepribadian serta ajaran-ajarannya, sebagaimana akan diuraikan nanti.
2.2. Macam- macam Mukjizat
Secara garis besar mukjizat dapat dibagi dalam dua bagin pokok, yaitu mukjizat-mukjizat yang bersifat material indrawi lagi tidak kekal, dan mikjizat imaterial, logis, lagi dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi- nabi terdahulu kesamaannya merupakan jenis pertama. Mekjizat mereka bersifat material dan indrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau langsung lewat indra oleh masyarakat tempat nabi tersebut menyampaikan risalahnya.
Perahu nabi Nuh yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan dalam situasi ombak dan gelombang yang demikian dahsyat; tidak terbakarnya Nabi Ibrahim a.s. dalam kobaran api yang sangat besar; tongkat Nabi Musa a.s. beralih wujud menjadi ular; penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi Isa a.s. atas izin Allah, dan lain-lain. Kesemuanya bersifat material inderawi, sekaligus terbatas pada lokasi tempat nabi tersebut berada, dan berakhir dengan wafatnya masing-masing nabi. Ini berbeda dengan mukjizat Nabi Muhammad saw. yang sifatnya bukan inderawi atau material, namun dapat dipandang oleh akal. Karena sifatnya yang demikian, maka ia tidak dibatasi oleh suatu tempat atau masa tertentu. Mukjizat Al-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang yang menggunakan akalnya di mana dan kapan pun.
Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok. Pertama, para nabi sebelum Nabi Muhammad saw., ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Karena itu mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka. Ini berbeda dengan Nabi Muhammad saw. yang diutus untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman, sehingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu siap dipaparkan kepada setiap orang yang ragu di mana dan kapan pun berada. Jika demikian halnya, tentu mukjizat tersebut tidak mungkin bersifat material, karena kematerialam membatasi ruang dan waktunya.
Kedua, manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Auguste Comte (1798-1857) berpendapat bahwa pikiran manusia dalam perkembangannya mengalami tiga fase
Fase pertama adalah fase keagamaan, di mana karena keterbatasan pengetahuan manusia—ia mengembalikan penafsiran semua gejala yang terjadi kepada kekuatan tuhan atau dewa yang diciptakan oleh benaknya.
Fase kedua adalah metafisika. Dalam fase ini manusia menafsirkan gejala atau fenomena yang ada dengan mengembalikannya kepada prinsip-prinsip yang merupakan sumber awal atau dasarnya. Manusia ada awalnya, demikian juga pohon, binatang, dan lain-lain.
Fase ketiga adalah fase ilmiah di mana manusia menafsirkan fenomena yang ada berdasarkan pengamatan yang teliti dan berbagai eksperimen hingga diperoleh hukum alam yang mengatur fenomena itu.
2.3. Pengertian Al-Quran
Al-Quran yang secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama Allag yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis-baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Al-Quran Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia itu.
Tiada bacaan semacam Al-Quran yang dibaca oleh ratusan juta orang yang tidak mengerti artinya dan atau tidak dapat menulis dengan aksaranya. Bahkan dihapal huruf demi huruf oleh orang dewasa, remaja, dan anak-anak.
Tiada bacaan melebihi Al-Quran dalam perhatian yang diperolehnya, bukan saja sejarahnya secara umum, tetapi ayat demi ayat, baik dari segi masa, musim dan saat turunnya, sampai kepada sebab-sebab serta waktu-waktu turunnya.
Tiada bacaan seperti Al-Quran yang dipelajari bukan hanya susunan redaksi dan pemilihan kosakatanya, tetapi juga kandungannya yang tersurat, tersirat bahkan sampai kepada kesan yang ditimbulkan. Semua dituangkan dalam jutaan jilid buku, generasi demi generasi. Kemudian apa yang dituangkan dari sumber yang tak pernah kering itu, berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kemampuan dan kecenderungan mereka, namun semua mengandung kebenaran. Al-Quran layaknya sebuah permata yang memancarkan cahaya yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang masing-masing.
Tiada bacaan seperti al-Quran yang diatur tatacara membacanya, mana yang dipendekan, dipanjangkan, dipertebal atau diperluas ucapannya, di mana tempat yang terlerang atau boleh, atau harus memulai dan berhenti, bahkan diatur lagu dan iramanya, sampai kepada etika membacanya.
Tiada bacaan sebanyak kosakata Al-Quran yang berjumlah 77.439 (tujuh puluh tujuh ribu empat ratus tiga puluh sembilan) kata, dengan jumlah huruf 323.015 (tiga ratus dua puluh tiga ribu lima belas) huruf yang seimbang jumlah kata-katanya, baik antara kata dengan padanannya, maupun kata dengan lawan kata dan dampaknya.
Al-Quran yang sering kita peringati nuzulnya ini bertujuan antara lain:
1. Untuk membersihkan akal dan menyucikan jiwa dari segala bentuk syirik serta memantapkan keyakinan tentang keesaan yang sempurna bagi Tuhan seru sekalian alam, keyakinan yang tidak semata-mata sebagai suatu konsep teologis, tetapi falsafah hidup dan kehidupan umat manusia.
2. Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni bahwa umat manusia merupakan suatu umat yang seharusnya dapat bekerja sama dalam pengabdian kepada Allah dan pelaksanaan tugas kekhalifahan.
3. Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan, bukan saja antar suku atau bangsa, tetapi kesatuan alam semesta, kesatuan kehidupan dunia dan akhirat, natural dan supranatural, kesatuan ilmu, iman, dan rasio, kesatuan kebenaran manusia, kesatuan kepribadian manusia, kesatuan kemerdekaan dan determinisme, kesatuan sosial, politik, dan ekonomi, dan kesemuanya berada di bawah satu kesatuan, yaitu Keesaan Allah swt.
4. Untuk mengajak manusia berfikir dan bekerja sama dalam bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara melalui musyawarah dan mufakat yang dipinpin oleh hikmah kebijaksanaan.
5. Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual, kebodohan, penyakit, dan penderitaan hidup, dan penderitaan hidup, serta pemerasan manusia atas manusia, dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan juga agama.
6. Untuk memadukan kebenaran kebenaran dan kedilan dengan rahmat dan kasih sayang, dengan menjadikan keadilan sosial sebagai landasan pokok kehidupan masyarakat manusia.
7. Untuk memberi jalan tengah antara falsafah monopoli kapitalisme dengan faksafah kolektif komunisme, menciptakan ummatan wasathan yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran.
8. Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan satu peradaban yang sejalan dengan jati diri manusia, dengan panduan dan panduan Nur Ilahi.
Dengan sebagian tujuan kehadiran Al-Quran, tujuan yang terpadu dan menyeluruh, bukan sekadar mewajibkan pendekatan religius yang bersifat ritual atau mistik, yang dapat menimbulkan formalitas dan kegersangan. Al-Quran adalah petunjuk-Nya yang bila dipelajari akan membantu kita menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi penyelewengan berbagai problem hidup. Apabila dihayati dan diamalkan akan menjadikan pikiran, rasa, dan karsa kita mengarah kepada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan ketentraman hidup pribadi dan masyarakat.
2.4. Makna “Mukjizat Al-Quran Dalam Kehidupan Manusia”
Jika kita berkata “mukjizat Al-Quran” maka ini berarti bahwa mukjizat yang dimiliki atau yang terdapat di dalam Al-Quran, bukannya bukti kebenaran yang datang dari luar Al-Quran atau faktor luar. Pada bab sebelum ini telah dikemukakan tentang apa yang dimaksud dengan “mukjizat”, kini akan kita bahas apa yang dimaksud dengan “Al-Quran” dalam konteks kemukjizatan ini.
Al-Quran biasa didefinisikan sebagai “firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril sesuai redaksi-Nya kepada Nabi Muhammad saw., dan diterima oleh umat Islam secara tawatur.”
Para ulama menegaskan bahwa “Al-Quran” dapat dipahami sebagai nama dari keseluruhan firman Allah tersebut, tetapi juga dapat bermakna “sepenggal dari ayat-ayat-Nya.” Karena itu, kata mereka , “Jika Anda berkata, ‘Saya hafal Al-Quran padahal yang Anda hafal hanya satu ayat, maka ucapan Anda itu tidak salah, kecuali jika Anda berkata,’saya hafal seluruh al-Quran.”
Dalam konteks uraian tentang kemukjizatan Al-Quran, maka maksud yang dimaksud dengan “Al-Quran” adalah minimal satu surah walau pendek, atau tiga ayat atau satu ayat yang panjang seperti ayat “Al-Kursi” (QS Al-Baqarah [2]: 255). Pembatasan minimal ini dipahami dari tahapan-tahapan tantangan Allah kepada setiap orang yang meragukan kebenaran Al-Quran sebagai firman-Nya.
Pertama kali Allah menantang untuk membuat semacam “keseluruhan Al-Quran”,sebagaimana dipahami dari surah Ath-Thur (52): 33-34,
ام يقولون تقوله بل لا يؤمنون(33) فليأ توابحديث مثله ان كا نوا صدقين
Ataukah mereka menyatakan bahwa dia (Muhammad) membuat-buatnya, sebenarnya mereka mendatangkan ucapan semisal Al-Quran jika mereka orang-orang yang benar (dalam tuduhan mereka).
Selanjutnya, karena tantangan tersebut tidak dapat mereka layani, anatara lain dengan dalih bahwa “kami tidak mengetahui sejarah umat terdahulu” (yang merupakan sebagian kandungan Al-Quran) maka untuk tahap kedua Allah meringankan tantangan itu dengan firman-Nya,
ام يقلولون افتره قل فأ توابعشرسورمثله مفتريت وادعوامن استطعتم مندون الله انكنتمصدفين
Bahkan mereka mengatakan, “Dia (Muhammad) telah membuatbuat Al-Quran (lalu dikatakannya bahwa itu dari Tuhan). “Katakanlah. “(Kalau demikian) mala datangkanlah sepuluh surah saja yang dibuat-buat yang menyampaikan dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup memanggilnya selain Allah jika kamu memang benar (dalam tuduhan kamu).” (QS Hud [11]: 13)

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesumpulan
Ada beberapa yaang termasuk ke dalam mukjizat Al-Quran, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Susunan yang indah, berbeda dengan setiap sususnan yang ada dalam bahasa orang- orang Arab.
2. Adanya uslub yang aneh, berbesa dengan uslub- uslub bahasa Arab.
3. Sifat agung yang tidak mungkin lagi seorang mahkluk untuk mendatangkam hal yang serupa itu.
4. Bentuk undang-undang yang detail lagi sempurna yang melebihi setiap undang-undang buatan manusia.
5. Mengabarkan hal- hal gaib yang tidak bisa diketahui kecuali dengan wahyu.
6. Tidak bertentangan dengan pengetahuan –pengetahuan umum yang dipastikan kebenarannya.
7. menepaiti janji dan ancaman yang dikabarkan Al-Quran.
8. Adanya ilmu-ilmu pengetahuan yang terkandung didalamnya (ilmu penetahuan agama dan ilmu pengetahuam umum).
9. memenuhi segala kebutuhan manusia.
10. berpengaruh kepada hati pengikut dan musuh.

3.2. Saran
Dalam penulisan karya ilmiah ini sebaiknya secara rinci karena dalam makalah ini disebutkan bagaimana cara mukjizat diturunkan , selain itu penulis lebih meneliti bagaimana lebih sempurna dalam penyusunan makalah ini .



















DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Qurais. 2003. Wawasan Al-Quran Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persolan Umat. Bandung : Mizan.
Shihab, M. Qurais. 1999. Mukjizat Al-Quran. Bandung :Mizan.
Hasyim, A . Kuriulum 2004. Depag : Intermedia Ciptanusantara: Jakarta.
Al-Munawar, Said Agil Husain. 2004. Al – Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Ciputat Pres: Jakarta.
Ash- shabuny, Moh. Aly. 1987. Pengantar Studi Al- Quran, (At-Tibyan). Al-Maarif: Bandung.
























DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………….. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………. 1
I.I Latar Belakang Masalah…………………………………………… 1
1.2 Tujuan…………………………………………………………….. 3
1.3 Batasan Pembahasan………………………………………………. 3
1.4 Metode…………………………………………………………….. 3
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………… 4
2.1 Pengertian, Tujuan, Fungsi, Kebenaran, Mukjizat………………… 4
2.1.1 Pengertian Mukjizat……………………………………………… 4
2.1.2 Tujuan dan Fungsi Mukjizat…………………………………….. 5
2.1.3 Perlukah Bukti Untuk Suatu Kebenaran/ Mukjizat……………… 6
2.2 Macam-Macam Mukjizat………………………………………….. 8
2.3 Pengertian Al Qur’an………………………………………………. 10
2.4 Makna “Mukjizat Al Qur’an Dalam Kehidupan Manusia”………... 13
BAB III PENUTUP……………………………………………………… 15
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………. 15
3.2 Saran ……………………………………………………………….. 16
Daftar Pustaka………………………………………………………………….. 17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar